Trauma Kepala (Trauma Capitis) - Definisi sampai Gejala

Definisi

Trauma capitis adalah trauma mekanik yang terjadi di kepala secara langsung atau tidak langsung. Trauma capitis memiliki beberapa dampak baik secara fisik (kelemahan dalam beraktivitas), kognitf (mudah lupa), dan dapat berlangsung temporer maupun permanen. Trauma capitis bukanlah penyakit degeneratif dan kongenital.


Klasifikasi trauma capitis:

Berdasarkan patofisiologi

  1. Komosio serebri : Jaringan otak tidak ada yang mengalami kerusakan tetapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat (defisit neuro sementara) seperti mengalami pingsan < 10 menit
  2. Kontusio serebri : Jaringan otak ada yang mengalami kerusakan ditandai dengan pingsan > 10 menit, dapat pula diidentifikasi adanya perdarahan.
  3. Laserasi serebri : Jaringan otak mengalami kerusakan yang luas, duramater menggalami robekan dan terjadi fraktur tulang tengkorak terbuka.
Berdasarkan Lokasi lesi

  1. Lesi difus : Lesi yang menyebar di semua bagian otak.
  2. Lesi kerusakan vaskuler : Lesi yang menyebar di pembuluh darah otak
  3. Lesi fokal : Lesi yang terjadi di bagian tertentu dari otak.

Gambar 1. Klasifikasi Trauma Capitis
Berdasarkan gambar tersebut juga dijelaskan bahwa cedera dapat terjadi secara primer dan sekunder.
a. Cedera primer : cedera yang terjadi karena kekuatan mekanik dan menyebakan terjadinya injury pada saraf. Cedera tersebut juga dapat disebabkan karena proses akselerasi-deselerasi. 
  • Akselerasi adalah mekanisme cedera yang terjadi apabila benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang yang diam kemudian dipukul atau terlempar batu.
  • Deselarasi adalah jika kepala bergerak membentur benda yang diam,misalnya pada saat kepala terbentur.
b. Cedera sekunder : merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi (Hickey, 2003). Waktu cedera sekunder dapat terjadi beberapa jam dan bahkan berhari-hari setelah trauma.
 Gambar 2. Eksitotoksisitas (Rama, R., & García, J. C., 2016)


Beberapa hal yang sering terjadi dalam cedera sekunder :

  • Berkurangnya aliran darah otak setelah trauma dapat menimbulkan berkurangnya tekanan intrakranial.
  • Perfusi menjadi tidak memadai sehingga terjadi kegagalan pompa ion seluler. Proses ini juga sering dimakan dengan ischemia.
  • Ischemia dapat juga diartikan dengan berkurangnya alirah darah pada otak. Proses tersebut dilanjutkan dengan proses yang akhirnya dapat menyebabkan excitotoxicity. Hal ini juga berhubungan dengan proses impaired metabolism pada otak.

Gambar 3. Proses Kematian Sel Pada Ischemia
Penjelasan gambar : 
  1. Pada kondisi ischemia akan terjadi defisit energi dimana sel astrosit yang berperan dalam mengurangi reuptake dari glutamate tidak dapat bekerja maksimal.
  2. Hal itu menyebabkan konsentrasi glutamate menjadi meningkat disamping kondisi pengeluaran yang meningkat karena neuron yang rusak.
  3. Glutamat tersebut akan menstimulasi reseptor Reseptor NMDA (N-methyl D-aspartat) dan AMPA (α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4isoxazolepropionic acid receptor) secara berlebihan sehingga terjadi peningkatan akumulasi Ca2+ di sitosol dan sintesis NO. 
  4. Kedua hal tersebut menyebabkan peningkatan dari reactive oxygen species (ROS) yang akhirnya menyebabkan kematian sel.



Gambar 4. Rangkuman dari proses yang terjadi setelah cedera otak adalah proses apoptosis, ektositisitas, dan proses inflamasi.


Berdasarkan Advenced Trauma Life Support (ATLS) tahun 2018, berdasarkan mekanismenya, cedera kepala dibagi menjadi:

  1. Cedera kepala tumpul, biasanya disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh ataupun terkena pukulan benda tumpul.
  2. Cedera kepala tembus, biasanya disebabkan oleh luka tusukan, atau luka tembak.
Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS bertujuan untuk menilai secara kuantitatif tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi. Aspek yang dinilaidalam GCS yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal respons), dan reaksi lengan serta tungkai (motor respons).

Gambar 5. Cedera kepala berdasarkan mekanismenya

Salah satu akibat yang terjadi dalam cedera otak adalah terjadi peningkatan tekanan intracranial (TIK) , dimana etiologi dari peningkatan TIK :
  • Meningkatnya volume otak
  • Pembengkakakn umum pada otak (edema cerebral)
  • Adanya tumor
  • Terjadi peningkatan dari cairan serebrospina.
  • Terjadi penurunan reabsorbsi cairan serebrospinal
Tekanan intrakranial adalah tekanan yang terdapat pada otak dan cairan serebrospinal. Tubuh memiliki berbagai mekanisme melalui pergeseran dalam produksi dan penyerapan CSS yang membuat tekanan intrakranial stabil, bervariasi sekitar 1 mmHg pada orang dewasa normal. Tekanan CSS telah terbukti dipengaruhi oleh perubahan mendadak tekanan intratoraks selama batuk (tekanan intraabdominal), manuver Valsava, dan komunikasi dengan pembuluh darah (sistem vena dan arteri). ICP diukur pada saat istirahat memiliki nilai 7-15 mmHg untuk dewasa terlentang.

Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK) dapat mengakibatkan kerusakan otak melalui beberapa mekanisme. Yang utama adalah efek TTIK terhadap aliran darah otak. Mekanisme kedua adalah akibat pergeseran garis tengah otak yang menyebabkan distorsi dan herniasi aringan otak.

Tubuh sebenarnya memiliki mekanisme sendiri untuk mempertahankan TIK agar tetap konstan dimana Alexander Monro dan George Kellie menyebutkan bahwa otak, darah, dan cairan serebrospinal (CSS) merupakan komponen yang tidak dapat terkompresi, peningkatan salah satu komponen ataupun ekspansi massa di dalam tengkorak harus diikuti dengan salah satu penurunan dari komponen tersebut. Tteori ini lebih lanjut disebut doktrin Monroe-Kellie.


Gejala klinis TTIK antara lain

  1. Nyeri Kepala. Nyeri kepala terjadi karena dilatasi vena, sehingga terjadi traksi dan regangan struktur-sensitif-nyeri, dan regangan arteri basalis otak. Nyeri kepala dirasakan berdenyut terutama pagi hari saat bangun tidur. Kadangkala penderita merasa ada rasa penuh di kepala. Nyeri kepala bertambah jika penderita bersin, mengejan, dan batuk.
  2. Muntah. untah terjadi karena adanya distorsi batang otak saat tidur, sehingga biasanya muncul pada pagi hari saat bangun tidur. Biasanya tidak disertai mual dan sering proyektil.
  3. Kejang. Kecurigaan tumor otak disertai TTIK adalah jika penderita mengalami kejang fokal menjadi kejang umum dan pertama kali muncul pada usia lebih dari 25 tahun.
  4. Perubahan status mental dan penurunan kesadaran. Penderita sulit memusatkan pikiran, tampak lebih banyak mengantuk serta apatis. (Affandi and Panggabean, 2016) . 


Referensi:

Affandi, I. G. and Panggabean, R. .2016.Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial pada Stroke, Cdk-238, 43(3), pp. 180–184.
American College of Surgeons. Advanced trauma life support. Tenth. Anaesthesia. Chicago; 2018. 155–156 p.
Naranjo, D., Arkuszewski, M., Rudzinski, W., Melhem, E. R., & krejza, J. 2013. Brain Ischemia in Patients with Intracranial Hemorrhage: Pathophysiological Reasoning for Aggressive Diagnostic Management. The Neuroradiology Journal, 26(6), 610–628. doi:10.1177/197140091302600603
Dito, dr & Ikrar, Taruna. 2014. The Neuroscience of Glutamate. Medical Journal of Indonesia. 120. 55-61.
https://emedicine.medscape.com/article/326510-overview#a3
Maldonado, Jose. 2017. Delirium pathophysiology: An updated hypothesis of the etiology of acute brain failure. International Journal of Geriatric Psychiatry. 33. 10.1002/gps.4823.
Milioni, Ana & Rodrigues, Priscila & Cunha, Paulo. 2014. COGNITIVE FUNCTIONING, DECISION MAKING AND PREFRONTAL CORTEX DAMAGE: CONSEQUENCES, REHABILITATION AND NEURAL PLASTICITY. Cognitive Sciences. 9. 151.
Rama, R., & García, J. C. 2016. Excitotoxicity and Oxidative Stress in Acute Stroke. Ischemic Stroke –


Kontributor:
Anita

Posting Komentar

0 Komentar