Ikterus atau Jaundice - Etiologi sampai Manifestasi Klinis






Fisiologi Metabolisme Bilirubin [1]

Produksi


Bilirubin adalah produk akhir dari katabolisme heme. Sekitar 200 milyar eritrosit orang dewasa normal dihancurkan setiap harinya. Komponen eritrosit seperti globin akan diurai menjadi prekursor asam-asam amino yang dapat digunakan kembali, besi heme memasuki pool besi untuk didaur ulang, dan porfirin yang bebas besi diuraikan di sel retikuloendotel hati, limpa, dan sumsum tulang.



Katabolisme heme dilakukan oleh heme oksigenase di fraksi mikrosom sel. Heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrat dan sebagai kofaktor untuk reaksi. Besi heme yang mencapai heme oksigenase biasanya telah dioksidasi menjadi bentuk feri yang membentuk hemin.


Fe3+-Heme + 3 O2 + 7 e- → biliverdin + CO + Fe3+



Ketika zat besi dihilangkan dari heme, bagian heme non-besi dikonversi menjadi biliverdin yang berpigmen hijau dan kemudian dikonversi lagi menjadi bilirubin yang berpigmen kuning-oranye menggunakan biliverdin reduktase.


Biliverdin + NADPH + H+ → bilirubin + NADP+



Diperkirakan bahwa 1 gram hemoglobin menghasilkan 35 mg bilirubin, pembentukan bilirubin harian pada orang dewasa adalah sekitar 250-350 mg. Bilurubin umumnya berasal dari hemoglobin, namun ada juga yang berasal dari eritropoiesis inefektif.


Transpor

Bilirubin dapat larut dalam air, tetapi untuk ditranspor ke hati, bilirubin harus terikat pada albumin. Bilirubin bebas yang terikat dengan albumin disebut bilirubin indirek. Setiap molekul albumin memiliki satu tempat berafinitas tinggi dan satu tempat berafinitas rendah untuk bilirubin. Dalam 100 mL plasma, sekitar 25 mg bilirubin dapat terikat erat dengan albumin di tempat berafinitas tinggi. Kelebihan bilirubin sisanya akan terikat secara longgar sehingga mudah terlepas dan berdifusi ke dalam jaringan atau sejumlah senyawa. Senyawa tersebut misalnya antibiotik dan obat lain yang bersaing dengan bilirubin untuk menempati tempat pengikatan berafinitas tinggi di albumin.

Uptake Hepatik

Bilirubin dilepaskan dari albumin dan diserap pada permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu karier perantara. Setelah masuk ke dalam hepatosit, bilirubin berikatan dengan protein sitosol seperti glutation S transferase (ligandin) untuk membantu mencegah aliran balik bilirubin ke dalam aliran darah.

Konjugasi 

Bilirubin bersifat nonpolar sehingga tidak larut air. Bilirubin akan diubah menjadi molekul yang lebih polar oleh konjugasi dengan asam glukuronat. Inilah yang disebut dengan bilirubin terkonjugasi atau direk. Proses konjugasi ini melibatkan enzim glukosil transferase yang dihasilkan retikulum endoplasma.

Sekresi Bilirubin ke Dalam Empedu

Sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu terjadi melalui mekanisme transpor aktif. Protein yang terlibat adalah transporter anion organik multispesifik (MOAT) yang terletak di membran plasma kanalikulus empedu. Protein ini merupakan anggota famili transporter ATP-binding cassette. Transpor bilirubin terkonjugasi di hati ke dalam empedu dapat diinduksi oleh obat-obat yang juga mampu menginduksi konjugasi bilirubin.

Bilirubin yang diekskresikan di dalam empedu adalah bilirubin diglukuronida. Aktivitas bilirubin UDP glusuronosil transferase dapat diinduksi oleh beberapa obat, misalnya fenobarbital. Namun, ketika bilirubin konjugasi mengalami kelainan (mis. pada ikterus obstruktif), bilirubin yang dieksresikan adalah dalam bentuk monoglukuronida.


Gambar: Transfer bilirubin


Eksresi

Pada saat bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminal dan usus besar, enzim bakteri β-glukuronidase mengeluarkan gugus glukuronosil. Kemudian direduksi oleh flora feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tak berwarna yang disebut urobilinogen. Di ileum terminal dan usus besar, sebagian kecil urobilinogen direabsorpsi dan diekskresi ulang melalui hati sehingga membentuk siklus urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan abnormal, misalnya jika terbentuk pigmen empedu dalam jumlah berlebihan atau terdapat penyakit hati yang mengganggu siklus intrahepatik, urobilinogen juga dapat diekskresikan dalam urine. Sebagian besar urobilinogen yang tak berwarna dan dibentuk di kolon oleh flora feses mengalami oksidasi menjadi urobilin berwarna dan diekskresikan di tinja. Bertambah gelapnya tinja ketika terkena udara disebabkan oleh oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.

Sirkulasi Enterohepatik

Sirkulasi enterohepatik terjadi akibat β-glukuronidase usus menghidrolisis bilirubin terkonjugasi. Lalu dilepaskanlah bilirubin bebas, kemudian diserap kembali dan diangkut oleh sirkulasi portal ke hati. 

Gambar: Metabolisme bilirubin [2]

Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia akan timbul jika bilirubin darah melebihi 1 mg/dL (17,1 µmol/L). Hiperbilirubinemia disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan eksresi hati atau kegagalan hati yang rusak untuk mengekskresikan bilirubin yang diproduksi dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga dapat menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai 2-2,5 mg/dL, bilirubin akan berdifusi ke dalam jaringan dan menyebabkan perubahan warna menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice.

Hiperbilirubinemia berdasarkan jenis bilirubin yang ada di plasma dapat diklasifikasikan menjadi: hiperbilirubinemia retensi akibat produksi berlebihan, atau hiperbilirubinemia regurgitasi akibat refluks ke dalam aliran darah karena obstruksi empedu.

Bilirubin tak terkonjugasi dapat menembus sawar darah otak dan masuk ke dalam susunan saraf pusat karena sifat hidrofobisitasnya. Oleh karena itu, ensefalopati yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia (kernikterus) hanya dapat terjadi pada hiperbilirubinemia tak terkonjugasi, seperti dijumpai pada hiperbilirubinemia retensi. 

Bilirubin terkonjungasi dapat muncul di urine karena sifatnya yang larut air. Oleh sebab itu, ikterus kolurik (adanya pigmen empedu dalam urine) hanya terjadi pada hiperbilirubinemia regurgitasi. 

Kelainan pada Metabolisme Bilirubin

"Ikterus Fisiologis" Neonatorum

Hiperbilirubinemia pada neonatal tak terkonjugasi (ikterus fisiologis) disebabkan oleh hemolisis yang dipercepat dan sistem hati yang masih imatur untuk menyerap, mengonjugasikan, dan menyekresikan bilirubin. Dalam kondisi transien ini, aktivitas glukosiltransferase bilirubin dan sintesis UDP-glukuronat direduksi. Karena yang meningkat adalah bilirubin tak terkonjugasi, maka senyawa ini mampu menembus sawar darah otak jika konsentrasinya dalam plasma melebihi konsentrasi yang dapat diikat erat oleh albumin (20-25 mg/dL). Hal ini menyebabkan ensefalopati toksik hiperbilirubinemik (kenikterus) yang dapat menyebabkan retardasi mental. Tatalaksana dengan pajanan terhadap sinar biru (fototerapi) dapat mendorong ekskresi hepatik bilirubin tak terkonjugasi dengan mengubah sebagian untuk derivatif yang diekskresi dalam empedu. Pemberian fenobarbital selaku promotor pada metabolisme bilirubin juga dapat dilakukan.

Defek pada Bilirubin UDP-Glusuronosil

Transferase
Glusuronosil transferase adalah enzim yang memiliki spesifisitas substrat yang berbeda. Sebagian transferase berfungsi untuk meningkatkan polaritas dari berbagai obat dan metabolit obat, serta memfasilitasi ekskresinya. Oleh karena itu, mutasi di dalam gen yang menyandi bilirubin UDP-glusuronosil transferase dapat mengakibatkan penyandian enzim yang tereduksi atau tidak ada aktivitas. Mutasi gen ini dapat menyebabkan sindrom Gilbert dan sindrom Crigler-Najjar.

Sindrom Gilbert
Hanya sekitar 30% dari aktivitas bilirubin UDP-glukuronosil transferase dipertahankan dalam sindrom Gilbert dan kondisi ini tidak berbahaya.

Sindrom Crigler-najjar Tipe I
Penyakit ikterus kongenital berat (bilirubin serum melebihi 20 mg/dL) dan kerusakan otak pada sindrom Crigler-Najjar tipe I diakibatkan oleh ketidaklengkapan aktivitas UDP-glukuronosil transferase di hati. Tatalaksana menggunakan foto terapi dapat menyebabkan penurunan sebagian kadar bilirubin plasma, tetapi tatalaksana dengan administrasi fenobarbital tidak memiliki efek signifikan. Penyakit ini sering kali menyebabkan kematian dalam 15 bulan pertama kehidupan.

Sindrom Crigler-najjar Tipe II
Pada sindrom Crigler Najjar tipe II, beberapa aktivitas bilirubin UDP-glukuronosil transferase dipertahankan. Oleh karena itu, kondisi ini memiliki patogenesis yang lebih jinak daripada sindrom tipe I. Pada tipe II, konsentrasi bilirubin serum biasanya tidak melebihi 20 mg/dL. Tatalaksana dengan administrasi fenobarbital pasien sindrom ini memberikan respons dengan terapi dalam dosis tinggi.

Hiperbilirubinemia Toksik
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat terjadi akibat disfungsi hati akibat toksin seperti yang disebabkan oleh kloroform, arsfenamin, karbon tetraklorida, asetaminofen, virus hepatitis, sirosis, dan keracunan jamur Amanita. Penyakit-penyakit didapat ini disebabkan oleh kerusakan sel parenkim hati yang kemudian mengganggu konjugasi bilirubin.

Obstruksi Saluran Empedu Menyebabkan Hiperbilirubinemia Terkonjugasi
Hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya disebabkan oleh penyumbatan duktus biliaris hepatikus atau komunis. Penyumbatan ini terjadi akibat batu empedu atau kanker caput pankreas. Akibat penyumbatan ini, bilirubin diglukoronida tidak dapat diekskresikan kemudian mengalami regurgitasi ke vena hepatika dan saluran limfe hati sehingga bilirubin terkonjugasi muncul di darah dan urine (ikterus kolurik), selain itu feses biasanya berwarna pucat.

Ikterus kolestatik adalah istilah yang digunakan untuk semua penyebab ikterus obstruktif ekstrahepatik dan juga ikterus hiperbilirubinemia terkonjugasi akibat mikroobstruksi duktulus empedu intrahepatik yang disebabkan kerusakan dan pembengkakan hepatosit, misalnya pada hepatitis infeksiosa.

Sindrom Dubin-Johnson
Penyakit resesif autosom jinak ini bermanifestasi sebagai hiperbilirubinemia terkonjugasi pada masa anak-anak atau dewasa. Hiperbilirubinemia disebabkan oleh mutasi pada gen yang menyandi protein yang berperan dalam sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu.

Bilirubin Terkonjugasi Berikatan Secara Kovalen dengan Albumin
Jika kadar bilirubin terkonjugasi tetap tinggi di plasma, sebagian bilirubin ini dapat terikat secara kovalen dengan albumin. Fraksi ini disebut bilirubin δ yang memiliki waktu paruh lebih lama daripada bilirubin terkonjugasi biasa. Bilirubin ini tetap meninggi sewaktu fase pemulihan ikterus obstruktif. Oleh sebab itu, ini menjelaskan mengapa sebagian pasien tetap tampak ikterik setelah kadar bilirubin terkonjugasi kembali ke normal.

Urbilinogen dan Bilirubin dalam Urine
Pada obstruksi total saluran empedu, tidak terdapat urobilinogen di dalam urine karena bilirubin tidak memiliki akses ke usus. Dalam hal ini, adanya bilirubin terkonjugasi di urine tanpa urobilinogen mengisyaratkan ikterus obstruktif, baik intra maupun pascahepatik. 

Pada ikterus akibat hemolisis, peningkatan produksi bilirubin menyebabkan meningkatnya pembentukan urobilinogen yang muncul di urine dalam jumlah besar. Pada ikterus hemolitik, bilirubin biasanya tidak ditemukan di urine sehingga kombinasi peningkatan urobilinogen dan ketiadaan bilirubin mengisyaratkan ikterus hemolitik. Peningkatan kerusakan darah oleh sebab apapun menyebabkan peningkatan kadar urobilinogen urine.

Gambar: Hasil Laboratorium pada Pasien Normal dan Pasien Penderita Ikterus


Ikterus/Jaundice [3]

Ikterus atau jaundice adalah manifestasi hiperbilirubinemia dimana kadar bilirubin di dalam darah melebihi batas normal (2-2,5 mg/dL) sehingga berdifusi ke jaringan, umumnya pada kulit dan sklera tampak berwarna kuning.

Penyebab ikterus/jaundice dapat dikelompokkan menjadi:
  • Ikterus pre hepatik
  • Ikterus hepatik
  • Ikterus post hepatik
Gambar: Prehepatik menunjukkan proses-proses di aliran darah; penyebab utama merupakan berbagai bentuk anemia hemolitik. Hepatik menunjukkan proses-proses di hati, seperti berbagai tipe hepatitis atau bentuk penyakit hati lain (mis, kanker). Pascahepatik mengacu pada proses-proses di saluran empedu; penyebab utama ikterus pascahepatik adalah obstruksi duktus biliaris komunis oleh batu empedu (biliary calculus) atau oleh kanker caput pankreas.

Ikterus Pre Hepatik

Ikterus/jaundice pra hepatik adalah ikterus yang disebabkan karena hemolisis. Umumnya juga dikenal sebagai ikterus hemolitik. Penyebab utama peningkatan hemolisis adalah rusaknya membran plasma eritrosit. Membran sel yang rentan ini tidak tahan terhadap gesekan dan karenanya pecah lalu mengakibatkan hemolisis sehingga menyebabkan peningkatan kadar bilirubin serum.

Etiologi

Ikterus pra hepatik terutama disebabkan karena hemolisis. Penyebab jaundice pre-hepatik/hemolitik diklasifikasikan menjadi dua kelompok:

Kongenital:
Sferositosis
Elliptocytosis
Defisiensi lecithin-cholesterol acyltransferase (LCAT) bawaan
Talasemia
Anemia sel sabit
Stomatositosis
Acanthocytosis
Echinosit
Defisiensi GSH synthase
Defisiensi piruvat kinase
Defisiensi G6PD
Erythroblastosis fetalis

Didapat:
Resorpsi hematoma yang luas
Hemolisis imun otomatis
Reaksi transfusi
Trauma
Mikroangiopati
Sindrom uremik hemolitik
Pelari jarak jauh
Gumpalan intravaskular diseminata
Infeksi mis. malaria, dll.
Racun, mis. bisa ular, dll.
Bahan Kimia mis. nitrit, pewarna anilin, dll.
Hemoglobinuria malam hari paroksismal
purpura trombositopenik trombotik
Hipofosfatemia
Kekurangan vitamin B12
Kekurangan asam folat

Manifestasi Klinis

Pasien dengan jaundice hemolitik mempresentasikan adanya anemia, sklera ikterik, urin berwarna kuning-coklat gelap, kulit kekuningan, dan kadar bilirubin tinggi.


Ikterus Hepatis

Ikterus hepatis adalah ikterus yang disebabkan defek pada hepatosit di hati. Hati menangkap bilirubin yang berikatan dengan albumin, lalu dikonjugasikan dengan asam glukuronat, selanjutnya bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi ke dalam empedu melalui duktus. Kondisi patologis hati akibat defek pada penangkapan, konjugasi, dan ekskresi dapat menyebabkan ikterus hati. Enzim konjugasi yang berperan adalah UDP-glukoroniltransferase. Enzim ini umumnya belum matang saat lahir dan aktivitasnya kurang sehingga dapat menyebabkan “neonatal physiological jaundice”. Enzim ini dapat rusak karena mutasi dari gen UTG1A pada kromosom 2. Gen ini mengkode UDP-glukoroniltransferase dan jika enzim konjugasi ini rusak dapat menyebabkan ikterus hati. 

Etiologi

Ikterus hepatik disebabkan oleh defek dalam penangkapan, konjugasi, dan ekskresi bilirubin oleh hati. Penyebab hati ikterus dapat dikelompokkan menjadi dua jenis:

Kongenital:
Wilson’s Disease
Sindrom Rotor
Hemokromatosis
Sindrom Crigler Najjar
Sindrom Gilbert
Sindrom Dubin-Johnson

Didapat:
Hepatitis Viral
Hepatitis alkoholik
Hepatitis autoimun
Hepatitis terkait obat (mis. NSAID)
Sepsis
Kehamilan
Penyakit Sistemik (mis. Penyakit celiac)
Malnutrisi
Trauma Fisik
Adenoma hati

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari ikterus hepatik meliputi nyeri perut, demam, mual, dan muntah dengan komplikasi yang melibatkan rasa kenyang, perdarahan gastrointestinal, diare, anemia, edema, penurunan berat badan. Jika tidak diperiksa, dapat menyebabkan gangguan mental seperti kernicterus, koma, atau bahkan kematian.

Ikterus Post Hepatik

Ikterus post hepatik adalah jenis ikterus dimana penyebabnya terletak pada bagian empedu dari sistem hepatobilier. Penyebab utama ikterus post hepatik adalah obstruksi bilier ekstra hepatik. Oleh karena itu, ikterus post hepatik juga dikenal sebagai penyakit kuning obstruktif. 

Etiologi

Penyebab utama ikterus post hepatik adalah obstruksi bilier ekstra-hepatik. Penyebab obstruksi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis:

Kongenital:
Atresia bilier
Fibrosis kistik
Dilatasi idiopatik pada saluran empedu
Kerusakan bilier pankreas
Kista choledochal

Didapat:
Portal biliopati 
Kolesistitis
Trauma
Pankreatitis
Striktur
Choledocholithiasis
AIDS
Tuberkulosis intra-abdominal
Tumor
Obstruksi saluran empedu

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis ikterus obstruktif meliputi urin berwarna gelap, feses pucat, dan pruritus. Riwayat demam kolik bilier, penurunan berat badan, nyeri perut, dan massa perut juga merupakan manifestasi klinis dari ikterus obstruktif. Ikterus obstruktif dapat menyebabkan berbagai komplikasi termasuk kolangitis, pankreatitis, gagal ginjal, dan gagal hati. 

Referensi:

  1. Rodwell VW, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Weil PA. Harper’s Illustrated Biochemistry 30th edition. New York: McGraw-Hill Education; 2015. 
  2. Perlman JM, Volpe JJ. Bilirubin. Sixth Edit. Volpe’s Neurology of the Newborn. Elsevier Inc.; 2017. 730–762 p. 
  3. Abbas M, Shamshad T, Ashraf M, Javaid R. Jaundice: a basic review. International Journal of Research in Medical Sciences. 2016;4(5):1313–9. 

Kontributor:
Naufal

Posting Komentar

0 Komentar