Gambar: Stenosis Aorta (Sumber: MayoClinic) |
Saat jantung berkontraksi secara normal, katup aorta membuka untuk mengalirkan darah dari jantung ke seluruh tubuh melalui aorta. Namun, pada stenosis aorta terdapat penyempitan katup aorta sehingga menghambat aliran darah dari jantung. Akibatnya jantung akan bekerja lebih keras untuk dapat memompa darah ke ke seluruh tubuh sebagai mekanisme kompensasinya. Jika tidak diobati, kondisi seperti ini seiring berjalannya waktu dapat melemahkan jantung dan muncul komplikasi yang membahayakan seperti gagal jantung, aritmia, dan henti jantung. Stenosis aorta disebabkan oleh beberapa sebab, di antaranya yaitu kelainan jantung kongenital, kalsifikasi, dan demam rematik. Selama periode laten asimptomatik, terjadi hipertrofi ventrikel kiri. Ketika stenosis aorta semakin memburuk, mekanisme kompensasi ini menjadi tidak memadai, sehingga muncul gejala gagal jantung, angina, dan sinkop [1,2].
Pendahuluan
Stenosis aorta adalah suatu penyakit katup jantung dan merupakan penyakit kardiovaskular ketiga yang paling umum setelah hipertensi dan penyakit arteri koroner di Barat. Prevalensi stenosis aorta meningkat dari 2% pada lansia berusia 65 tahun menjadi 4% pada usia 85 tahun. Sebanyak 50% pasien dengan stenosis aorta yang mengalami angina, sinkop, atau gagal jantung hanya dapat bertahan selama 5, 3, atau 2 tahun jika tidak dilakukan penggantian katup aorta [3,4]. Meskipun penyakit ini telah diketahui selama beberapa dekade, patofisiologinya belum dipahami sepenuhnya. Saat ini tatalaksana definitif untuk stenosis aorta adalah penggantian katup aorta. Namun, stenosis aorta masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas serta biaya perawatannya yang tidak murah [1]. Dalam artikel ini, akan dibahas secara menyeluruh mengenai stenosis aorta untuk membantu pemahaman kita.
Definisi
Stenosis aorta adalah gangguan akibat penyumbatan atau penyempitan aliran darah pada katup aorta. Penyempitan ini mencegah katup dari pembukaan penuh yang mengurangi aliran darah dari jantung ke aorta lalu ke seluruh tubuh. Ketika aliran darah melalui katup aorta berkurang atau tersumbat, jantung akan bekerja lebih keras untuk dapat memompa darah ke ke seluruh tubuh. Selain itu juga darah yang dipompa keluar jantung berkurang dan melemahkan otot jantung. Namun, gejala stenosis aorta dapat muncul setelah periode laten tanpa gejala selama 10 hingga 20 tahun [2,4].
Etiologi
Stenosis katup aorta dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, yaitu:
- Kelainan jantung kongenital: Katup aorta normalnya terdiri dari tiga penutup berbentuk segitiga yang disebut cuspis. Namun, pada kelainan katup aorta kongenital hanya terdapat 1 cuspis (unicuspid), 2 cuspis (bicuspid), atau cuspis 4 (quadricuspid). Kelainan ini tidak menyebabkan masalah sampai dewasa jika katup menyempit dengan sendirinya atau dilakukan perbaikan melalui prosedur bedah. Sampai saat ini belum diketahui penyebab mengapa katup jantung gagal berkembang dengan baik. Oleh karena itu, penyebab kongenital ini belum dapat dicegah.
- Kalsifikasi pada katup: Dengan bertambahnya usia, kalsium dapat mengendap pada katup aorta sehingga mengalami kalsifikasi. Kalsium adalah mineral yang dapat ditemukan dalam darah. Ketika darah berulang kali mengalir ke katup aorta, endapan kalsium dapat menumpuk di ujung katup. Namun, endapan kalsium ini tidak terkait dengan minum tablet kalsium atau minum minuman yang diperkaya kalsium. Pada orang yang memiliki kelainan katup aorta kongenital, endapan kalsium menyebabkan pengerasan cuspis. Pengerasan ini mempersempit katup aorta dan semakin berkembang pada usia tua sampai gejala pertama kali muncul pada rentang usia 70 hingga 80 tahun.
- Demam rematik: Demam rematik dapat menyebabkan pembentukan fibrosis pada katup aorta. Fibrosis dapat mempersempit katup aorta dan menyebabkan stenosis katup aorta. Selain itu, fibrosis juga dapat menyebabkan permukaan katup menjadi kasar akibat berkumpulnya endapan kalsium dan berkontribusi pada stenosis aorta di kemudian hari [1,2].
Patofisiologi
Penyempitan katup pada stenosis aorta menyebabkan katup mengalami penurunan mobilitas. Stenosis aorta terjadi akibat kerusakan endotel sehingga menyebabkan inflamasi dan infiltrasi makrofag beserta sel-sel inflamasi lainnya. Peradangan dan kerusakan ini menyebabkan faktor-faktor profibrotik yang membentuk matriks kolagen [4].
Katup aorta normalnya berukuran 3,5 hingga 4 cm2. Gejala stenosis aorta akan timbul saat area katup kurang dari 0,8 cm2. Pada saat area katup kurang dari 0,8 cm2, tekanan gradien sistolik antara ventrikel kiri dan aorta melebihi 150 mmHg. Semakin stenosis katup, semakin sulit untuk mempertahankan curah jantung yang memadai [2].
Obstruksi aliran anterograde pada stenosis aorta mengingkatkan afterload dan distensi pada ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan remodeling. Akibatnya terjadi peningkatan kebutuhan oksigen, penurunan curah jantung, iskemia, serta penurunan perfusi otak. Selanjutnya, stenosis aorta tersebut menyebabkan gejala gagal jantung yang dimulai dengan dilatasi atrium kiri, regurgitasi mitral, kemudian menimbulkan edema paru dan gagal jantung kanan.
Gambar: Perubahan Struktur Anatomi pada Stenosis Aorta |
Regurgitasi aorta menyebabkan aliran retrograde dari aorta ke ventrikel kiri sehingga meningkatkan volume dan pelebaran ventrikel kiri. Awalnya, kondisi ini meningkatkan curah jantung dan dapat dipertahankan untuk waktu yang lama. Namun, peningkatan curah jantung ini menyebabkan distensi dan peningkatan tekanan pada arteri perifer serta menyebabkan peningkatan tekanan sistolik perifer. Akhirnya, hal ini memperburuk regurgitasi dan menimbulkan penurunan cepat tekanan sistolik perifer [1,3].
Stadium stenosis aorta terbagi dari stadium A hingga stadium D. Stadium A (berisiko) yaitu pasien tanpa perubahan hemodinamik katup dan tidak ada gejala kecuali ada setidaknya satu faktor risiko berupa katup bikuspid, katup sklerotik, riwayat demam rematik, dan lain-lain. Stadium B (progresif) yaitu memiliki perubahan hemodinamik ringan dengan atau tanpa pelebaran ventrikel kiri saat disfungsi early left ventricular diastolic, tetapi pasien tetap tidak menunjukkan gejala. Stadium C1 (asimptomatik berat) meliputi perubahan hemodinamik yang parah pada ekokardiogram, adanya disfungsi diastolik ventrikel kiri tanpa penurunan fungsi ventrikel kiri, dan tidak ada gejala saat beraktivitas biasa tetapi muncul saat berolahraga. Stadium C2 memiliki parameter hemodinamik yang sama dengan C1 dengan adanya fraksi ejeksi ventrikel kiri yang tertekan (di bawah 50%). Stadium D1 (gejala berat) yaitu gradien tinggi (Vmax kurang dari 4 m/s) dengan disfungsi diastolik kiri, hipertrofi ventrikel kiri, dan hipertensi paru yang disertai dengan gejala angina atau gagal jantung saat beraktivitas. D2 (simtomatik parah) yaitu aliran rendah dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri berkurang (Vmax lebih besar dari 4 m/s), fraksi ejeksi ventrikel kiri berkurang (di bawah 50%), dan gejala saat istirahat. D3 (sangat bergejala) adalah stadium terakhir dengan gradien rendah dan fraksi ejeksi ventrikel kiri normal (aliran rendah paradoks), fraksi ejeksi kurang dari 50%, tetapi volume stroke kurang dari 35 mL/menit. Akibatnya ruang ventrikel kiri kecil dan pengisian diastolik restriktif. Stenosis aorta stadium D3 juga memiliki gejala saat istirahat [1,2].
Manifestasi Klinis
- Angina pektoris: Sekitar setengah dari semua prevalensi pasien stenosis aorta memiliki penyakit arteri koroner secara bersamaan. Tanpa penyakit arteri koroner pun, peningkatan kebutuhan oksigen akibat hipertrofi ventrikel dan penurunan suplai darah karena distensi yang berlebihan dapat menyebabkan iskemia. Akhirnya, obstruksi arteri koroner dari emboli kalsium timbul dari katup aorta stenotik yang terkalsifikasi. Angina pektoris pada stenosis aorta umunya timbul saat beraktivitas dan berkurang jika beristirahat.
- Sinkop: Sinkop yaitu kondisi hilangnya kesadaran sementara akibat kurangnya pasokan darah ke otak. Sinkop pada stenosis aorta disebabkan oleh penurunan perfusi serebral akibat obstruksi pembuluh darah, selain itu juga dapat terjadi karena aritmia atrium akibat ketidak efektifan fungsi atrium terhadap pengisian ventrikel. Sinkop pada stenosis aorta sering terjadi saat beraktivitas karena terjadi obstruksi katup aorta dan vasodilatasi sistemik sehingga menyebabkan tekanan darah sistolik arteri menurun.
- Gagal jantung: Peningkatan progresif pada tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dapat menyebabkan peningkatan tekanan vena paru dan edema paru. Gejala gagal jantung (dispnea nokturnal paroksismal, ortopnea, dispnea saat aktivitas, dan sesak napas) disebabkan oleh disfungsi sistolik akibat ketidak normalan afterload, iskemia, atau kardiomiopati. Selain itu, disfungsi diastolik akibat hipertrofi ventrikel kiri atau iskemia juga dapat menyebabkan gejala gagal jantung. Hipertrofi ventrikel kiri akibat stenosis aorta mengurangi compliance ventrikel kiri sehingga membutuhkan tekanan yang lebih saat pengisian ventrikel kiri. Hipertrofi tersebut kemudian menurunkan curah jantung dan meningkatkan tekanan sehingga menyebabkan gagal jantung. Tekanan yang berlebihan juga dapat menyebabkan perubahan miokard yang dapat mengurangi kontraktilitas. Perubahan-perubahan ini berupa gangguan pemeliharaan kalsium, apoptosis, efek iskemia intermiten, dan perubahan sitoskeletal [2,3].
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pada pemeriksaan auskultasi stenosis aorta terdapat murmur crescendo-decrescendo bernada tinggi di basis jantung kemudian menyebar ke leher dan terdengar paling keras pada daerah aorta dan apeks jantung. Pada saat curah jantung masih baik, murmur ini keras dan kasar puncak mid-sistol dan disertai thrill. Semakin berkembangnya penyakit, curah jantung akan berkurang, murmur tersebut akan menjadi halus dengan puncak di akhir sistol. Sedangkan pada stenosis aorta kongenital, klik sistolik biasanya mendahului murmur, bunyi jantung kedua melemah, dan jika disertai regurgitasi ditemukan early diastolic murmur [2–4].
Pada pemeriksaan elektokardiogram (EKG) terdapat depresi pada segmen ST dan inversi pada gelombang T di sadapan I, SVL, dan prekordial. Selain itu, pemeriksaan ekokardiografi dapat memeriksa penebalan dan kalsifikasi cuspis katup aorta, membedakan katup stenosis aorta dengan katup lain, dan untuk pengukuran basis aorta. Pembesaran otot dari basis atau aorta asendens dapat terjadi pada pasien katup aorta bikuspid. Pemeriksaan rontgen dada dapat menunjukkan sedikit pembesaran jantung secara keseluruhan selama bertahu-tahun. Hipertrofi tanpa dilatasi dapat menyebabkan pembulatan apeks jantung pada proyeksi frontal dan sedikit pergeseran ke belakang pada tampilan lateral. Stenosis aorta berat menunjukkan adanya dilatasi aorta asendens poststenotik [2].
Referensi
- Otto CM, Prendergast B. Aortic-Valve Stenosis — From Patients at Risk to Severe Valve Obstruction. New England Journal of Medicine [Internet]. 21 Agustus 2014;371(8):744–56.
- Loscalzo J. HARRISON’S Cardiovascular Medicine. New York: The McGraw-Hill Companies Inc; 2010.
- Faggiano P, Antonini-Canterin F, Baldessin F, Lorusso R, D’Aloia A, Cas LD. Epidemiology and cardiovascular risk factors of aortic stenosis. Cardiovascular Ultrasound [Internet]. 1 Desember 2006;4(1):27.
- Yan AT, Koh M, Chan KK, Guo H, Alter DA, Austin PC, et al. Association Between Cardiovascular Risk Factors and Aortic Stenosis. Journal of the American College of Cardiology [Internet]. Maret 2017;69(12):1523–32.
Kontributor:
Naufal
0 Komentar