Ketika Langkahku Sampai di Negeri Lain (Part 1)



Menginjakkan kaki di luar negeri adalah impian bagi sebagian orang. Bukan hanya sekedar bersenang-senang dan berlibur. Namun, ada juga yang ingin mengeksplorasi lebih jauh tentang dunia ini. Semua orang pasti memiliki tujuan bukan? Dan tujuan itu berawal dari mimpi.

Tak disangka, atas izin Allah tabaraka wa ta'ala, seorang pemuda yang biasa-biasa saja itu berhasil menginjakkan kakinya di negeri ginseng, Korea Selatan, untuk pertama kalinya. Tepatnya pada bulan September 2019 lalu. Sebenarnya masih tak percaya dengan apa yang terjadi, namun begitulah kenyataannya. Pemuda yang biasa-biasa saja itu menjadi salah satu delegasi dari kampus Universitas Islam Indonesia (UII) untuk hadir di acara konferensi internasional bertemakan "lipid dan aterosklerosis". Mengejutkan bukan? Dan yang lebih mengejutkan lagi, pemuda yang biasa-biasa saja itu adalah aku.

Sebenernya tidak semudah itu bisa terjadi. Semua hal pasti ada prosesnya. Bahkan untuk mie instan sekalipun kita harus memanaskan air, memasukkan mie, dan menyiapkan bumbunya, barulah kita bisa menikmati mie instan tersebut. Kembali ke ceritaku, cerita ini bermula saat aku masih bersekolah di SMAN 9 Bandar Lampung. Di malam itu, aku menonton video motivasi "100 impian" di Youtube, lalu aku membayangkan kalau aku bisa ke luar negeri, oh betapa indahnya dunia luar pikirku. Terlebih lagi jika itu yang kita impikan. Dari situ, aku terus terbayangkan untuk menulis target-target yang ingin dicapai seperti video yang menginspirasiku itu. Awalnya aku tidak menulis itu di kertas ataupun buku, namun hanya kutulis di note hp smartphone. Karena kupikir, aku lebih sering membuka hp daripada buku, hehe. Walaupun sebenarnya ada temanku yang menyarankan untuk ditulis di buku saja.

Singkat cerita, aku memasuki waktu yang sangat krusial dimana sudah lulus SMA dan akan masuk universitas. Lalu aku teringat sesuatu kembali, yaitu saran temanku untuk menuliskan target-target impianku di buku. Lalu kutulis lah target-targetku itu ke dalam buku. Tak lama, salah satu impianku tercapai. Impianku itu adalah meninggalkan Lampung dan berkuliah di tempat yang dingin, dengan orang-orang yang ramah, dan di sana terdapat banyak sumber ilmunya (kajian Islam). Itulah kampusku sekarang, Universitas Islam Indonesia (UII) di DI Yogyakarta. Saat itu tahun 2017, aku diterima sebagai mahasiswa Teknik Lingkungan walaupun itu adalah pilihan keduaku. Bagiku itu tidak masalah. Toh masih bisa merencanakan planning ke depannya bagaimana. Sebagai mahasiswa baru (maba), sudah seharusnya mengikuti rangkaian acara ospek kampus, PESTA UNISI (Pesona Ta'aruf Universitas Islam Indonesia) namanya. Pada pembukaan ospek itu, aku mendengarkan suatu kalimat yang akan aku ingat selalu. Kalimat tersebut kurang lebih adalah:
Kalian sudah menjadi mahasiswa, kalian harus mempersiapkan diri untuk untuk mengeksplor dunia luar, minimal saat kuliah ini harus sudah punya paspor. Tidak masalah kalian mau memakainya atau tidak. Setidaknya harus punya dulu jika sewaktu-waktu dibutuhkan atau jika tidak dipakai, kalian pasti akan mikir mengapa paspor ini kosong? Bagaimana jika digunakan saja? 
Saat pulang ke kampung halaman, aku pun membuat paspor walaupun prosesnya memang agak rumit waktu itu.

Sewaktu berkuliah di Teknik Lingkungan, aku mengikuti organisasi keilmiahan & penelitian karena memang berminat di situ, Labma (Laboratorium Mahasiswa) namanya. Di sana aku bertemu dengan sosok-sosok menakjubkan dan menginspirasi. Terlebih lagi, banyak dari mereka yang sudah pernah ke luar negeri untuk mempresentasikan karyanya. Rasa penasaran tentang penelitian dan rasa ingin ke luar negeri pun semakin menjadi di situ. Tapi aku memulainya dengan mengikuti lomba-lomba di level nasional terlebih dahulu.

Beberapa bulan kuliah di Teknik Lingkungan, terbesit pikiran untuk mengikuti tes SBMPTN & PMB UII lagi untuk masuk ke pilihan pertamaku yaitu jurusan Pendidikan Dokter. Orangtua pun juga malah menyuruhku untuk ikut tes itu lagi. Singkat cerita, aku tidak diterima di tes PMB UII Gelombang I dan SBMPTN Pendidikan Dokter UGM. Namun, PMB Gelombang II aku mencoba lagi dan akhirnya Allah menunjukkan kuasa-Nya untuk yang ke sekian kalinya. Aku diterima sebagai mahasiswa Pendidikan Dokter UII 2018. Sepertinya aku memang ditakdirkan berkuliah di UII dan tetap menjadi bagian dari Labma.

Di masa awal menjadi mahasiswa baru Pendidikan Dokter, seorang kakak tingkat mengajakku untuk ikut aktif ke dalam penelitiannya. Dia adalah Rafik Prabowo yang biasa kupanggil Mas Bowo. Waktu itu aku masih berada di blok 1.1 Introduksi dan sudah harus bisa memanajemen waktu untuk belajar, kajian, dan penelitian. Kalau tidak bisa memanajemen waktu, konsekuensinya akan sangat buruk.

Waktu itu, penelitian yang kami lakukan mengangkat topik "Efek Water Kefir Jeruk terhadap Tikus yang Diinduksi Hiperlipidemia". Penelitian itu berlangsung cukup lama sekitar 3 bulan lebih. Namun, dari situ aku belajar dasar-dasar mengenai penelitian, lalu biasanya Mas Bowo memberi wejangan yang sangat panjang dan banyak, yang intinya manajemen waktu dan menentukan skala prioritas. Wabil khusus untuk Mas Bowo, terimakasih banyak, jazakallah khairan. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. Penelitian ini memang mempunyai topik utama yang sudah disebutkan sebelumnya, namun para peserta yang tergabung dalam penelitian ini akan mendapatkan variabel yang nantinya bisa digunakan untuk submit abstract di konferensi terkait. Penelitian pun berakhir, selanjutnya yang harus dilakukan adalah menganalisis datanya menggunakan software SPSS. Lagi-lagi kita semua belajar hal baru, walaupun belum sampai di blok 2.7 Penelitian Medis, aku sedikit mengerti cara menggunakan SPSS itu. Lumayan lah untuk blok 2.7 nanti tidak terlalu polos-polos amat.

Data telah selesai dianalisis, selanjutnya variabel tersebut bebas kita akan submit di event konferensi mana. Waktu itu, aku men-submit abstrakku ke konferensi di Sendai, Jepang, dan abstrakku diterima. Waktu itu bulan Mei acaranya akan berlangsung, setelah mempersiapkan semuanya termasuk tiket, penginapan, dan sejumlah uang, aku tidak jadi berangkat karena ada perubahan sistem perizinan di FK UII. Memang mengecewakan, terlebih lagi orangtua tidak mendukung aku untuk berangkat. Padahal besok seharusnya sudah berangkat ke Jepang bersama Mas Bowo dan Mas Alfian. Terlebih lagi Jepang adalah negara impianku untuk dikunjungi. Mungkin Allah belum mengizinkan aku ke luar negeri untuk pertama kalinya waktu itu.

Tidak patah semangat untuk mengejar mimpi, aku men-submit abstrakku ke event lain di Korea Selatan. Waktu itu acaranya berlangsung pada bulan September 2019. Konferensi ini terbilang cukup besar karena dihadiri banyak peserta dari berbagai negara. Saat melihat notifikasi email, Alhamdulillah ternyata abstrakku diterima dan aku akan mempresentasikan karyaku di sana. Tidak ingin seperti sebelumnya tidak jadi berangkat ke Jepang, kali ini aku mengurus semua perizinannya jauh-jauh hari.

Kali ini delegasi dari UII untuk menghadiri konferensi tersebut terbilang banyak karena memang tidak sedikit yang men-submit abstraknya dan diterima. Salah satunya adalah aku. Aku merasa senang karena akan pergi ke sana.

Di hari keberangkatan, aku hanya bersama Mas Alfian dan Mas Bintang, sisanya tidak bersama kami karena membeli tiket pesawat yang berbeda. Kami berangkat dari Jogja ke Incheon, Korea dengan menaiki maskapai Singapore Airlines dan akan transit di Singapura sebentar. Singkat cerita kami sampai lah di Incheon. Itulah kali pertamanya aku menginjakkan kaki di luar negeri (transit tidak dihitung). Namun waktu sudah hampir larut malam, kami harus mencari penginapan terdekat untuk bermalam sebelum besoknya berangkat ke lokasi konferensi yaitu di Conrad Hotel Seoul. Di malam itu, aku teringat bahwa poster yang kubawa untuk presentasi di acara konferensi tersebut tertinggal di dalam bagasi pesawat.

Di hari berikutnya, aku akan mencetak ulang poster tersebut di Seoul. Harganya jauh lebih mahal dibandingkan di Indonesia sekitar 2800 won kalau tidak salah. Selanjutnya kami bertolak ke hotel yang telah disediakan panitia konferensi. Ini dikarenakan aku mendapatkan akomodasi hotel bintang 3 di sekitar Conrad Hotel, Seoul. Selain itu, Alhamdulillah aku juga mendapatkan penghargaan "Young Investigator Award" pada acara tersebut. Di sore harinya, kami menghadiri opening ceremony di Conrad Hotel. Acara ini adalah acara makan-makan, namun tetap berhati-hati untuk tidak mengambil makanan yang tidak ada logo halalnya.

Keesokan harinya, kami mengikuti jalannya acara konferensi tersebut berupa seminar sampai sore hari. Seminar terus berjalan di keesokan harinya lagi, dalam suatu sesi khusus aku harus mempresentasikan hasil penelitianku dalam bentuk poster presentation di hadapan para reviewer di ruang yang telah disediakan. Ini adalah pengalaman pertama kalinya aku presentasi poster di hadapan orang asing dengan bahasa asing. Rasanya deg-degan pada awalnya, tapi menjadi sinus rhythm lagi setelah dimulai presentasinya. Presentasi hanya berlangsung 5 menit. Kemudian reviewer juga akan bertanya tentang penelitian ini di akhir sesi. Di sinilah pentingnya harus benar-benar menguasai materi yang disampaikan. Acara konferensi ini berakhir di hari itu, tepatnya pada 7 September 2019. Acara ditutup dengan undian door prize berhadiahkan barang menarik, utamanya adalah iPad.


Gambar: Delegasi UII

Gambar: Suasana berlangsungnya seminar

Ada banyak hal yang dapat dipetik dari konferensi tersebut. Darinya kita bisa mengetahui update terbaru mengenai epidemiologi, patogenesis, dan tatalaksana tentang topik yang diangkat. Bagaikan melompat ke "50 tahun" ke depan dengan mesin waktunya Doraemon, betapa majunya dunia luar. Untuk masalah penelitian, Indonesia masih harus banyak belajar dan mengeksplor lebih jauh lagi. Hal itu direfleksikan oleh topik penelitian peserta dari Indonesia termasuk aku masih sebatas efek tanaman herbal terhadap suatu penyakit, belum sampai level menemukan ataupun menjelaskan mekanisme aksinya. Kalaupun ada, pasti mengutip penelitian yang sudah ada sebelumnya. Lain halnya mereka dari negeri lain, sudah sampai tingkat genetik dan memiliki novelty tentang suatu penyakit, serta bisa menjelaskan mekanisme aksinya. Untuk pemula yang baru datang pertama kalinya dalam acara seperti ini, sedikit minder rasanya jika dibandingkan seperti itu. Tapi  "the show must go on" dan lakukan saja yang terbaik. Harus kita sadari bahwa kita benar-benar masih tertinggal di bidang penelitian dan publikasi ilmiah, bahkan dari negara berkembang seperti Malaysia dan India. Sadarlah! Lalu jadikan itu alasan untuk maju!

Bersambung...
Selanjutnya baca Part 2


Penulis:
Naufal

Posting Komentar

0 Komentar