Selain menghadiri acara seminar konferensi di hotel Conrad, aku masih sempat untuk berkeliling sedikit di negerinya K-Pop ini. Hari itu hari Jum'at, di sela-sela waktu seminar salah satu temanku berinisiasi untuk mengajak teman-teman yang lain pergi sholat Jum'at di masjid sekitar Seoul. Memang tidak banyak masjid di Seoul, tetapi ada. Salah satunya adalah masjid KBRI Indonesia di Seoul yang berada tidak jauh dari lokasi konferensi. Kami ke sana menaiki bus. Sesampainya di sana, kami berjumpa dengan orang Indonesia yang bertugas di masjid KBRI sebagai imam dan juga marbot. Ternyata dia berasal dari daerah yang sama denganku, Lampung.
Kami pun sedikit berbincang-bincang mengenai keadaan masjid di sana. Ternyata, hari itu adalah sholat Jum'at terakhir karena masjid KBRI yang berada di daerah pasar itu akan dipindah setelah 7 tahun menyewa ruko. Sedikit sedih rasanya, tapi semoga itu menjadi yang terbaik. Bukankah Allah akan mengganti sesuatu dengan yang jauh lebih baik lagi? Hal yang membuatku terkesan pada masjid ini yaitu di masjid ini biasanya dilangsungkan kajian Islam dan terdapat TPA. Lalu, buku-buku yang ada di rak masjid yang khotbah Jum'atnya menggunakan bahasa Indonesia ini terdapat buku-buku menarik. Yang kuingat waktu itu ada buku Mulia dengan Manhaj Salaf karya Ust. Yazid, Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-Asqalani, Al-Umm karya Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i, dan masih banyak lagi. Ukhuwah Islamiyyah lebih terasa saat berada di sini. Walaupun khotbah Jum'at memakai bahasa Indonesia, sholat Jum'at ini juga dihadiri oleh orang yang berasal dari negara Timur Tengah dan Korea sendiri. Setelah menunaikan sholat Jum'at di masjid KBRI, kami pun kembali ke hotel Conrad untuk melanjutkan seminar.
![]() |
Gambar: Rak buku di dalam masjid KBRI (1) |
![]() |
Gambar: Rak buku di dalam masjid KBRI (2) |
Malam hari ke dua acara konferensi, aku dan teman-temanku berkunjung ke pusat perbelanjaan di Myeong-dong. Bagi teman-teman yang suka sekali melakukan perawatan kulit, di sinilah surganya. Harga skincare di sini jauh lebih murah daripada harga makanan. Itulah mengapa oleh-oleh yang kerap kali dibawa saat pulang ke Indonesia adalah skincare hehe. Ketika aku berada di sana, langsung teringat suasana Jogja, tepatnya di Jalan Malioboro. Karena tidak jauh berbeda, hanya saja di Myeong-dong tidak ada atraksi seniman-seniman jalanan ataupun sampah yang tidak pada tempatnya. Ada sih sedikit, mungkin itu ulah turis yang terbiasa buang sampah sembarangan. Di sinilah pentingnya pendidikan dan adab sehari-hari, terlebih lagi sampai ke negara orang. Bisa-bisa mempermalukan bangsa sendiri di negeri orang. Apalagi sebagai seorang Muslim sudah seharusnya kita menjadi panutan terkait adab dan akhlak, karena Nabi kita adalah contoh yang baik dalam hal akhlak, serta disegani kawan maupun lawan. Di malam itu, aku hanya membeli sedikit barang untuk diri sendiri dan beberapa "barang titipan" teman di Indonesia. Setelah dari sana, kamipun pulang ke hotel.
![]() |
Gambar: Suasana Myeong-dong malam hari |
Di hari ketiga acara konferensi berlangsung, kami tidak menghadiri seminar dari awal. Pagi harinya kami menuju Namsan Seoul Tower untuk pertama kalinya. Namun aku sudah harus kembali ke hotel Conrad di siang hari karena jadwalku untuk mempresentasikan karya di hadapan para reviewer. Untuk mencapai Namsan Seoul Tower, kami harus menaiki tangga yang lumayan tinggi, memakan waktu sekitar 30 menit jika lancar. Itu dikarenakan kereta gantung yang menuju Namsan Seoul Tower, hari itu tidak beroperasi akibat cuaca berangin. Sesampainya di Namsan, aku mengabadikan momen-momenku di sana. Aku berhasil memfoto menara pertamaku. Teringat tentang kisah Negeri 5 Menara. Setelah membeli tiket masuk, aku masuk dan menaiki Namsan Seoul Tower untuk melihat isinya dan memandangi pemandangan kota Seoul. Sangat indah terlihat dari atas. Namun itu tidak berlangsung lama, aku harus segera kembali ke hotel Conrad dengan menaiki bus. Keesokan harinya, aku pun pulang ke Indonesia dan sampai di Jogja dengan selamat.
![]() |
Gambar: Namsan Seoul Tower |
![]() |
Gambar: Pemandangan Kota Seoul dari Atas Namsan Seoul Tower |
Dari ceritaku di atas, aku belajar bahwa untuk menggapai mimpiku dibutuhkan beberapa hal sederhana yang selalu menjadi motto hidupku.
1. Man Jadda Wajada (مَنْ جَدَّ وَجَدَ)
Barangsiapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil. Diperlukan kesungguhan untuk tetap semangat melakukan penelitian, rasa malas dan bosan itu pasti ada, tetapi segeralah beranjak dan mengingat tentang impian yang ingin dicapai. Mimpi tidak bisa diraih kecuali dengan kesungguhan. Jangan berniat untuk sekedar kesenangan duniawi saja, tapi niatkan semuanya karena Allah, maka Allah akan membantu dalam setiap langkah kaki kita.
2. Man Shobaro Zhofiro (مَنْ صَبَرَ ظَفِرَ)
Barangsiapa yang bersabar maka akan beruntung. Kita harus bersabar dengan apa yang terjadi, meskipun kita sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun jika Allah belum mengizinkan, maka tidak akan pernah terjadi. Buah dari kesabaranku selama ini yaitu bisa menginjakkan kaki ini di luar negeri. Dan buah kesabaran karena gagal berangkat ke Jepang beberapa bulan sebelumnya adalah aku mendapatkan akomodasi hotel gratis dan dianugerahi "Young Investigator Award" serta mendapatkan sejumlah dollar. Alhamdulillah.
3. Man Saaro 'ala Ad-darbi Washola (مَنْ سَارَ عَلىَ الدَّرْبِ وَصَلَ)
Barangsiapa berjalan pada jalannya maka sampailah ia. Jika kita ingin mencapai suatu tujuan, maka perlu melewati jalan yang menuju ke sana. Tentunya jika ingin pergi ke UII dari perempatan Kentungan kita harus melewati Jalan Kaliurang bukan? Sama halnya dengan ingin pergi ke luar negeri, jalan yang kita lalui adalah yang bisa membawa kita ke sana. Salah satunya adalah dengan presentasi karya ilmiah, dan itu didapat dari hasil penelitian. Tidak melulu tentang penelitian karena masih banyak jalan menuju Roma.
Dari perjalananku ke Korea, aku menyadari bahwa sikap-sikap seorang Muslim malah mereka aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, padahal mereka bukanlah orang Muslim. Sebagai contoh, mereka selalu jujur dalam perdagangan, tidak suka memainkan harga, jarang bahkan tidak ada (dalam perspektif pribadi) budaya memberi tip apalagi sogokan di sana, dan mereka suka membantu orang lain terutama yang kami alami saat bingung mencari jalan atau bus untuk menuju ke suatu lokasi, dengan senang hati mereka memberitahu kita, selanjutnya mereka juga menjunjung toleransi yang baik dengan tidak memaksa kita untuk makan makanan yang tidak halal, mereka memaklumi itu. Lalu, mereka hidup dengan sangat disiplin, misalnya saat di subway, terdapat kursi khusus lansia dan ibu hamil, walaupun gerbong sepi tidak satupun mereka menduduki kursi yang bukan haknya. Terakhir, kebersihan dan keteraturan lalu lintas kota Seoul sangat patut dicontoh. Sangat jarang sekali kita menemukan sampah bahkan untuk sebuah puntung rokok sekalipun, walaupun banyak orang-orang Korea yang suka merokok di pinggir jalan. Kita tidak perlu takut untuk tertabrak kendaraan jika menyebrang di zebra cross dan lampu penyebrangan sudah hijau. Mereka sangat disiplin akan hal itu.
Selama di sana, aku membawa makanan dari Indonesia berupa mie instan karena aku adalah anak kos sejati, sosis, kornet, mayonaise, dan roti untuk beberapa hari. Kalau pagi, biasanya aku makan makanan dari hotel atau membeli makanan menggunakan kartu member Starbucks dengan saldo 300.000 won yang kudapat dari door prize di opening ceremony. Untuk transportasi, aku menggunakan T-Money yang kubeli di bandara Incheon, selanjutnya harus diisi saldo untuk dapat digunakan. Jumlah saldo yang diisikan hanya sebatas keperluan, aku mengisinya 20.000 won untuk 2 hari. Kartu T-Money adalah kartu yang fleksibel dan efisien karena bisa digunakan untuk menaiki bus, subway, dan taxi. Untuk berkominasi sehari-hari, orang-orang Korea pada umumnya dapat berbicara bahasa Inggris, jadi tidak perlu khawatir untuk bisa berkomunikasi. Beda halnya dengan orang-orang Jepang, nantikan kisahku selanjutnya di negeri Sakura itu.
Mungkin itu saja sepenggal kisah perjalananku ke Korea beberapa waktu lalu. Akan ada kisah selanjutnya menginjakkan kaki di negeri lain. Sampai jumpa di cerita selanjutnya!
Tamat.
Penulis:
Naufal
0 Komentar